Minggu, 16 September 2012

Masjid Agung Demak

Wisata Religious

  Masjid Agung Demak
Masjid Agung Demak merupakan sebuah mesjid tertua yang ada di Indonesia. Masjid Agung Demak ini terletak di desa Kauman, Kabupaten Demak, Jawa Tengah. Masjid ini dipercayai pernah menjadi tempat berkumpulnya para ulama (wali) yang menyebarkan agama Islam ditanah Jawayang disebut dengan Walisongo. Pendiri masjid ini diperkirakan adalah Raden Patah, yaitu raja pertama dari Kesultanan Demak sekitar abad ke-15 Masehi.
Masjid Agung Demak juga telah dicalonkan untuk menjadi Situs Warisan UNESCO semenjak tahun 1995
Sejarah Masjid Agung Demak 
Menurut legenda, masjid ini didirikan oleh Wali Songo secara bersama-sama dalam tempo satu malam. Babad Demak menunjukkan bahwa masjid ini didirikan pada tahun Saka 1399 (1477) yang ditandai oleh candrasengkala “Lawang Trus Gunaningjanmi”, sedang pada gambar bulus yang berada di mihrab masjid ini terdapat lambang tahun Saka 1401 yang menunjukkan bahwa masjid ini berdiri tahun 1479. Bangunan yang terbuat dari kayu jati ini berukuran 31 m x 31 m dengan bagian serambi berukuran 31 m x 15 m. Atap tengahnya ditopang oleh empat buah tiang kayu raksasa (saka guru), yang dibuat oleh empat wali di antara Wali Songo. Saka sebelah tenggara adalah buatan Sunan Ampel, sebelah barat daya buatan Sunan Gunung Jati, sebelah barat laut buatan Sunan Bonang, sedang sebelah timur laut yang tidak terbuat dari satu buah kayu utuh melainkan disusun dari beberapa potong balok yang diikat menjadi satu (saka tatal), merupakan sumbangan dari Sunan Kalijaga. Serambinya dengan delapan buah tiang boyongan merupakan bangunan tambahan pada zaman Adipati Yunus (Pati Unus atau pangeran Sabrang Lor), sultan Demak ke-2 (1518-1521) pada tahun 1520.

Dalam proses pembangunannya, Sunan Kalijaga memegang peranan yang amat penting. Wali inilah yang berjasa membetulkan arah kiblat. Menurut riwayat, Sunan Kalijaga juga memperoleh wasiat antakusuma, yaitu sebuah bungkusan yang konon berisi baju “hadiah” dari Nabi Muhammad SAW, yang jatuh dari langit di hadapan para wali yang sedang bermusyawarah di dalam masjid itu.
Memasuki pertengahan abad XVII, ketika kerajaan Mataram berdiri, pemberontakan pun juga mewarnai perjalanan sejarah kekuasaan raja Mataram waktu itu.

Sejarah yang sama juga melanda kerajaan Demak. Kekuasaan baru yang berasal dari masuknya agama Islam ke tanah Jawa. Seorang Bupati putra dari Brawijaya yang beragama Islam disekitar tahun 1500 bernama Raden Patah dan berkedudukan di Demak, secara terbuka memutuskan ikatan dari Majapahit yang sudah tidak berdaya lagi, dan atas bantuan daerah-daerah lain yang telah Islam (seperti Gresik, Tuban dan Jepara), ia mendirikan kerajaan Islam yang berpusat di Demak. Namun keberadaan kerajaan Demak tak pernah sepi dari rongrongan pemberontakan. Dimasa pemerintahan raja Trenggono, walau berhasil menaklukkan Mataram dan Singasari. Tapi perlawanan perang dan pemberontakan tetap terjadi di beberapa daerah yang memiliki basis kuat keyakinan Hindu. Sehingga daerah Pasuruan serta Panarukan dapat bertahan dan Blambangan tetap menjadi bagian dari Bali yang tetap Hindu. Di tahun 1548, raja Trenggono wafat akibat perang dengan Pasuruan.

Kematian Trenggono menimbulkan perebutan kekuasaan antara adiknya dan putranya bernama pangeran Prawoto yang bergelar Sunan Prawoto (1549). Sang adik berjuluk pangeran Seda Lepen terbunuh di tepi sungai dan Prawoto beserta keluarganya dihabisi oleh anak dari pangeran Seda Lepen yang bernama Arya Panangsang. Tahta Demak dikuasai Arya Penangsang yang terkenal kejam dan tidak disukai orang, sehingga timbul pemberontakan dan kekacauan yang datangnya dari kadipaten-kadipaten. Apalagi ketika adipati Japara yang mempunyai pengaruh besar dibunuh pula, yang mengakibatkan si adik dari adipati japara berjuluk Ratu Kalinyamat bersama adipati-adipati lainnya melakukan pemberontakan dalam bentuk gerakan melawan Arya Panangsang. Salah satu dari adipati yang memberontak itu bernama Hadiwijoyo berjuluk Jaka Tingkir, yaitu putra dari Kebokenongo sekaligus menantu Trenggono yang masih ada hubungan darah dengan sang raja. Jaka Tingkir, yang berkuasa di Pajang Boyolali, dalam peperangan berhasil membunuh Arya Penangsang. Dan oleh karena itu ia memindahkan Karaton Demak ke Pajang dan ia menjadi raja pertama di Pajang. Dengan demikian, habislah riwayat kerajaan Islam Demak.


Makam Kadilangu

Makam ini merupakan makam Sunan Kalijaga yang terletak di Kadilangu, dengan jarak sekitar 1,5 Km dari masjid Agung Demak menuju arah tenggara. Jika anda datang dari arah Kota Semarang, sebelum sampai di pusat Kota Demak, bisa mampir dulu di komplek pemakaman ini.

Udara di wilayah itu memang tergolong cukup panas, tetapi orang-orang yang tidak putus-putusnya mengalir begitu tulus dan memberikan kesejukan. Makam ini dianggap sebagai makam walisongo yang sangat bersejarah dalam peredaran agama islam di tanah Jawa.

Makam Sunan Kalijaga itu kini berada di dalam rumah yang kokoh dengan ukiran Jepara terbaik dibagian pintu, jendela maupun tiang-tiangnya. Bisa dibayangkan betapa pada jaman wali dulu, ketika Sunan Kalijaga bermukim dan mengajar di sana, tempat itu tentu jauh lebih sunyi daripada sekarang. Tanpa listrik tentu, dan tanpa suara bising dari jalan raya antar kota.
Namun meski dahulu kala Kadilangu adalah desa yang sunyi, bisa dibayangkan terdapat keceriaan, berkat wibawa seorang wali yang cinta dengan kesenian. Wali yang siap dan terbuka dalam setiap perubahan.

Di sekitar makam tersebut memang ada pasar cinderamata, meskipun seolah tidak cocok masyarakat sekitar tidak pernah mempersoalkan hal itu. Rasanya sang sunan pecinta kesenian tersebut kemungkinan juga tidak keberatan jika didekat makamnya terdapat pasar cinderamata.

Wisata di tempat ini merupakan wisata religi untuk lebih mengenal pemikiran-pemikiran sunan Kalijaga serta segala keteladannya. Bagi anda yang ingin mengenal lebih jauh tentang perjalanan Suna Kalijaga, haruslah berkunjung ke makam ini.

Makam ini banyak dikunjungi peziarah khususnya pada malam Jum,at kliwon. Di tempat ini pula pada bulan Zulkijah dilaksanakan penjamasan pusaka peninggalan Sunan Kalijaga yang merupakan rangkaian dari gelar budaya grebeg besar. Wsn 

 Sumur Petilasan Sunan Kalijaga Dipercaya Bikin Awet Muda dan Panjang Umur

Tak jauh dari masjid Sunan Kalijaga di Kadilangu,Demak terdapat sumur tua. Sumur itu tepatnya terletak di belakang salah satu keturunan Sunan Kalijaga. Sumur itu semasa Wali Sanga sering dimanfaatkan untuk berwudu. Dalam perkembangan sekarang, sumur itu banyak dipergunakan masyarakat pendatang atau peziarah untuk berwudu, mandi, atau diambil airnya untuk dibawa pulang.

Mereka menyakini air sumur itu masih suci dan mengandung tuah. Tak heran jika pada malam Jumat Kliwon banyak pengunjung memadati Makam Sunan Kalijaga di Kadilangu serta masjdnya.

Pemilik sumur yang juga Kasepuhan Ahli Waris Sunan Kalijaga Demak, RM Soedyono, ketika ditemui mengatakan bahwa ada yang percaya sumur ini konon berasal dari 7 sungai yang berbeda. Airnya dipercaya sangat berkhasiat.

” Siapapun yang mandi di sumur ini , Insya Allah bisa sembuh dari segala penyakit yang dideritanya atau terkabul hajatnya. Sebelum mengambil air sumur dianjurkan untuk mengucapkan “Bismilahirrohmannirrohim” dan sesudahnya “Alhamdullilah”,”ujar Soediyoko.

Soediyoko menambahkan bahwa ada pula yang percaya air sumur itu bisa untuk awet panjang dan panjang umur. Diungkapkannya bahwa Sunan Kalijaga berusia lanjut sampai umur 160 tahun. Maka Sunan Kalijaga mengalami jaman kerajaan Majapahit, kerajaan Demak, kerajaan Pajang dan kerajaan Mataram.

“Saya sejak kecil mandi di sumur itu. Alhamdulilah masih segar sampai sekarang,”ungkapnya. Soediyoko kini usianya mencapai 80 tahunan.

Dijelaskannya, sumur itu ramai didatangi peziarah pada malam jumat kliwon. Puluhan warga yang datang dari berbagai wilayah Demak, dengan sabar mengantri untuk bisa mandi langsung dari air sumur keramat di petilasan Sunan Kalijaga tersebut.

Pengurus sumur akan mengucurkan air sumur melalui selang ke atas kepala dan badan warga yang antri untuk mandi. Tentu saja bukan seperti mandi biasa yang harus melepas busana dan menggunakan sabun. Warga mandi masih mengenakan baju lengkap. Mereka hanya menyiramkan air sumur ke sekujur tubuh. Tidak sedikit dari warga yang mandi membawa serta anaknya.

Ritus mandi di sumur keramat dan sumur wasiat Sunan Kalijaga ini akan lebih ramai ketika malam Idul Adha atau akan dilakukan Garebeg Demak. Hal ini bertepatan dengan Hari Raya Idul Adha, di makam Kadilangu ini juga dilakukan ritual 'penjamasan' (penyucian) tiga pusaka penting yang menjadi benda bersejarah. Ketiga pusaka yang dijamas itu adalah 'kutang' atau rompi Ontokusumo, keris Kiai Crubuk, dan keris Kiai Sirikan.

Tradisi itu sudah berlangsung turun-temurun sejak ratusan tahun. "Setahun sekali warga menyempatkan melakukan ritus mandi di sumur keramat Sunan Kalijaga ketika akan Garebeg," kata

Selain untuk keperluan mandi, diuraikan Soediyoko, warga juga membawa pulang air tersebut untuk berbagai keperluan. Bahkan ada yang s membawa jeriken besar untuk membawa air yang diyakininya berkhasiat. Mereka membawa banyak air untuk berbagai keperluan selama setahun.

“Banyak yang mengaku pernah merasakan khasiat air sumur keramat ini penyakitnya sembuh dan naik jabatan," katanya.

Dipaparkannya, ritus mandi yang dilakukan warga bias pula sebuah simbol yang bermakna bahwa untuk pengampunan dan penyucian dosa. " Allah menurunkan syafaat atau pertolongan dan pengampunan. Itu yang disimbolkan dengan ritus mandi. Mandi biar bersih dan suci," tuturnya.

Ritus mandi dilanjutkan malam harinya dengan bertawasul sampai lewat tengah malam. Semalam, ratusan warga memenuhi masjid dan pelataran masjid di petilasan Sunan Kalijaga untuk bertawasul berjemaah.

Malam itu diisi dengan pembacaan Surat Yaasiin tiga kali berjemaah dengan niat semoga diberi umur panjang, diberi rejeki yang banyak dan berkah, serta ditetapkan imannya.

Riwayat Kadilangu


Kisah tentang sumur itu berkaitan erat dengan riwayat Sunan Kalijaga sampai di Demak. Pada tahun 1472 Joko Said ( nama kecil Sunan Kalijaga) datang disekitar Demak, Joko Said berniat menyebarkan ajaran Islam. Raden Patah yang mendengar kedatangan Joko Said, kemudian menyuruh pengawal kerajaan untuk segera memanggilnya.

Joko Said merupakan seorang muslim, dan ilmuwan (wali), serta dikenal dengan kepandaian ilmu pengetahuannya. Ilmu pengetahuan yang diperoleh Joko Said sewaktu berkelana, dianggap oleh Raden Patah akan berguna untuk kepentingan Kerajaan Demak.

Kedatangan Joko Said mengingatkan Raden Patah dengan perintah gurunya (Sunan Ngampel) yang belum terlaksana, yaitu untuk mendirikan masjid. Pada tahun 1473 Raden Patah mengumpulkan seluruh wali yang ada di tanah Jawa, dan memberi perintah kepada Joko Said untuk memimpin para wali. Dengan alasan, Raden Patah menganggap kepandaian yang dimiliki oleh Joko Said dapat digunakan untuk mengatur dan menyelesaikan tugas.

Joko Said mulai merencanakan pembangunan masjid, selanjutnya pada tahun yang sama juga masjid megah itu selesai dibangun. (sekarang masjid tersebut lebih dikenal dengan nama Masjid Agung Demak).

Raden Patah sangat senang, selain masjid itu sudah berdiri dengan megah juga karena dengan tangan Joko Said sendiri dapat membuat karya besar (yang sampai hari ini masih ada, yaitu Soko Guru, adalah Soko atau kayu penyangga yang menjadi pilar penopang bangunan tengah masjid).

Raden Patah kemudian memberikan Joko Said hadiah tanah yang bebas dipilihnya dan akan menjadi kepemilikannya dan turunannya selama-lamanya. Pilihan Joko Said jatuh pada suatu hutan belukar yang letaknya di dataran rendah di dekat Demak, yang berbau “langu” (karena itu kemudian daerah tersebut dinamakan Kadilangu). Joko Said menetap di Kadilangu dan mulai membuka daerah tersebut.

“Daerah tersebut merupakan hutan belukar yang lebat pada awalnya, setelah dibuka dengan penuh perasaan oleh Joko Said daerah itu dalam waktu singkat berubah menjadi tanah-tanah pertanian yang subur, dan terciptalah 27 daerah baik desa dan kota,”ujar Soediyono

Pada saat mulai menetap di Kadilangu Joko Said tidak menggunakan nama Joko Said, tetapi menggunakan nama baru yaitu Sunan Kalijaga. Sunan Kalijaga sangat dihormati oleh penguasa maupun oleh rakyat kecil sekalipun.

Hal ini disebabkan karena ilmu pengetahuan intelektualnya yang sangat luar biasa dan kecerdasannya yang tinggi, di imbangi dengan sikap kelembutan, keramah-tamahan serta penyantun.

“Nilai-nilai dan sifat- sifat Sunan Kalijaga inilah yang membuat namanya sangat tersohor dan dijadikan sebagai tempat bertanya orang hampir diseluruh Jawa Tengah,”tambahnya.

Pada tahun 1483 Kerajaan Majapahit mulai runtuh menjadikan Demak terabaikan. Pada tahun 1488 kemudian Raden Patah dinobatkan menjadi Sultan Demak. Seluruh perbuatan Raden Patah menjadi perbuatan hukum seorang raja, termasuk dalam pemberian hadiah kepada Sunan Kalijaga.

Karena salah satu sifat seorang raja bijaksana adalah seorang raja tidak boleh mengambil ludahnya sendiri, sehingga raja tidak boleh mencabut perintah baik terdahulu maupun yang akan terjadi. Pada tahun 1492 Raden Patah wafat dan dimakamkan di komplek pemakaman masjid.

Pada tahun 1500 sunan kalijaga wafat dan dimakamkan di Kadilangu. Sampai sekarang makamnya tetap dihormati oleh setiap orang Jawa, bahkan Raja Surakarta dalam bulan puasa selau menyuruh orang-orang kepercayaannya untuk mengunjungi makam tersebut.

Setelah Sunan Kalijaga wafat kekuasaan Kadilangu beralih kepada anak cucunya turun-temurun menurut garis keturunan lurus kebawah sampai keturunan ketujuh dengan gelar “Panembahan”.

“Mulai keturunan ke delapan sampai keturunan ke duabelas dengan gelar “Pangeran Wijil”,”tandasnya.

Pangeran Wijil yang terakhir meninggal dunia pada tanggal 11 Oktobr 1880. (Surat Residen Semarang No. 11338/1 tanggal. 22 Desember 1880 kepada Gubernur Jenderal Hindia Belanda).

Masjid Sunan Kalijaga

Membicarakan sumur peninggalan Sunan Kalijaga tak bias dilepaskan karena keberadaan Masjid Sunan Kalijaga. Karena sumur itu tempat wudhu para wali yang akan shalat di masjid tadi.

Masjid Sunan Kalijaga yang terletak di Kelurahan Kadilangu, Demak, merupakan tempat ibadah peninggalan pribadi Kanjeng Sunan Kalijaga. Ada ciri khusus di tempat ibadah Sunan Kalijaga itu. Yaitu, bagian atapnya yang bersusun tiga dan terbuat dari kayu tersebut hingga kini bentuknya masih dipertahankan.

Soediyoko menuturkan, bentuk atap masjid itu bersusun tiga dan memiliki makna khusus. Susun tiga melambangkan arti iman, Islam, dan ikhsan. Iman berarti kepercayaan, keyakinan sepenuhnya dalam hati, mengikrarkan dengan lisan, serta mengamalkannya dengan tindakan, terhadap segala yang diajarkan Rasulullah Muhammad saw.

Adapun ikhsan yaitu perbuatan baik kepada semua umat manusia sebagaimana diajarkan Islam. Adapun Islam berarti penyerahan hati, diri, dan jiwa secara tulus kepada Allah swt.

Hingga kini masjid peninggalan salah satu Wali di Demak itu masih dalam bentuk aslinya. Ciri khas lainnya, di atas pintu masuk masjid terdapat tulisan kaligrafi Arab berbahasa Jawa.

Bunyinya, "Punika titi mongso adhegipun masjid ngadilangu hing dino Ahad Wage tanggal 16 Dzulhijjah tahun tarikh Jawa 1456".

Tempat ibadah peninggalan wali itu sudah beberapa kali diperbaiki. Karena itu, bagunan peninggalan Sunan Kalijaga itu masih terawat baik. "Masjid Sunan Kalijaga ini dulu masih mushala kecil yang dibangun sekitar 1532 M," katanya.

“Jadi usia Masjid Sunan Kalijaga itu lebih tua dibandingkan usia Masjid Agung Demak,”tegasnya.(odhy)